Cara Download File Torrent di IDM

Cara Download File Torrent di IDM - Bagaimana cara men-download file torrent menggunakan IDM? Mungkin pertanyaan ini muncul di benak sobat. File torrent bisa di-download dengan menggunakan software khusus seperti µTorrent, BitTorrent, dan lain-lain.
Cara Download File Torrent di IDM
Bagaimana jika di komputer sobat tidak ter-install atau lagi malas install aplikasi torrent dan sobat ingin download sebuah file yang berekstensi .torrent. Kali ini saya ingin berbagi, Bagaimana cara download fille torrent menggunakan IDM
Cara Download File Torrent di IDM:
1. Download File Torrent yang akan di-download lewat IDM.
2. Buka situs http://zbigz.com
3. Klik Upload .torrent file
Cara Download File Torrent di IDM
4. Cari file torrent yang telah sobat download. Kemudian klik Open

Cara Download File Torrent di IDM
5. File yang sobat akan upload akan terlihat seperti gambar berikut yang saya tandai. Klik Go! untuk memulai proses upload.

Cara Download File Torrent di IDM
6. Selanjutnya muncul pilihan free atau premium dan dibagian bawah sobat bisa lihat perbandingan fitur tersebut. Klik free untuk melanjutkan.

Cara Download File Torrent di IDM
7. Proses upload file telah selesai. Sekarang saatnya mendownload file tersebut dengan bantuan IDM. Klik kotak Download untuk men-download file tersebut.

Cara Download File Torrent di IDM
8. Dikasi pilihan lagi sobat, mau pilih free atau premium. Pilih yang free saja. Secara otomatis kotak Download info dari IDM akan muncul. Langsung saja Start Download.

Cara Download File Torrent di IDM
10. Selesai
 
Itulah sobat Cara Download File Torrent di IDMsemoga bisa bermanfaat. Jika ada saran dan kritikan silahkan tinggalkan komentar.

PERWIRA KSATRIA SIDENRENG RAPPANG


 LA PAKERRANGI PETTA PABBICARA SIDENRENG.

Oleh: Andi Syaifullah
Dari: H.A. Iskandar Pajujungi

Sidenreng Rappang pernah mencatatkan sejarah sebagai Kerajaan berdaulat yg pernah melawan hegemoni penjajahan Belanda pada masa pemerintahan LA SADAPOTTO Addatuang Sidenreng XII & Arung Rappang XX, Pada tahun 1905. Dimasa itu ratusan prajurit pemberani gugur akibat terkena peluru senapan & meriam. Belum terhitung rakyat di kerajaan tsb yg menjadi korban akibat dari dampak peperangan. Perang yg telah mengubah Sidenreng Rappang menjadi medan pertempuran harga diri, harkat martabat (siri') dari para Patriot2 sejati kerajaan tsb.

Salah seorang Aktor penting dlm perang itu adalah LA PAKERRANGI yg akan kami tuliskan riwayat singkatnya, sbb:

LA PAKERRANGI atau sering dipanggil PETTA KERRANG dilahirkan pada thn 1870, dari ayah bernama Mayoor LA RUMPANG, Panglima Perang Kerajaan Sidenreng era LA PANGURISENG. dengan ibu bernama I TEMMALALA, yg tinggal di Amparita, Sidrap.

Pada thn 1887, ketika masih berumur 17 tahun, menikah dgn perempuan bernama I TANGKUNG PUANG BANNA yg biasa disebut PUATTA DAENNA, anak daripada LA WETTOWENG & SYARIFAH SOCHRAH PUATTA INDO'NA, sering dipanggil PUATTA ADJIE yg tinggal dirumah Adat Saoraja Bolamamminasae, Arateng, Sidrap.

La Pakerrangi telah menampakkan jiwa kepemimpinan ketika masih kecil. Ia sangat menonjol dikalangan teman2 sebayanya sesama anak arung, dan pandai pula mengambil hati masyarakat, sehingga orang2 dikalangan rakyat biasa sangat menyukainya. Hingga disaat dewasa, beliau terkenal berjiwa patriot, jujur, takwa & pemberani.
Maka ketika LA SADAPOTTO dinobatkan sbg Addatuang Sidenreng Xll, thn 1904, iapun mengangkat kerabat dekatnya tsb menjadi pembantunya yg lazim dimasa itu disebut PABBICARA SIDENRENG. La Pakerrangi menggantikan Pabbicara LA TINETTA yg wafat di Amparita pada kira2 thn 1889. Jadi jabatan Pabbicara yg berkedudukan di Amparita diperkirakan lowong (15thn) dimasa SUMANGE'RUKKA menjadi Addatuang Sidenreng.

Selama memangku jabatan Pabbicara, La Pakerrangi dikenal sangat dekat pada masyarakat, taat beribadah & suka bermusyawarah dgn Pangulu Anang (Camat/Kepala Desa) & Pangulu Maranang (Pemuka Masyarakat). Sehingga dlm melaksanakan tugasnya sbg Pabbicara dapat berjalan lancar. Dia pula sangat disegani & dihormati oleh kawan maupun lawan, karena dlm melaksanakan tugas2 pemerintahan beliau terkenal sangat tegas, adil & bijaksana.

Adapun tugas2 yg pernah diberikan oleh Addatuang Sidenreng antara lain membangun hubungan transportasi dari Sidenreng ke Pare-Pare, yaitu:
1. Membuat jalan raya dari Allakuang ke Pare-pare melalui poros Allakuang, Talumae, Cela, Lempong Manila, dan tembus ke Pare-Pare.
2. Membuat poros jalan Lawawoi, Bangkai, Patommo, Pabbaresseng, sampai ke Pare-Pare.

Pada waktu terjadi perselisihan antara Kerajaan Sidenreng dengan Kerajaan Soppeng, La Pakerrangi dipercayakan memimpin pasukan (Panglima) ke Soppeng u/melawan orang Soppeng & membawa kemenangan pada waktu itu.

Pada tahun 1905, ketika Belanda telah memasuki kota Pare-Pare, La Pakerrangi diperintahkan oleh La Sadapotto u/membentengi daerah perbatasan Sidenreng Rappang & Pare-Pare, agar pasukan Belanda tdk masuk ke wilayah tersebut.
Ada 3 jalur yg harus dibendung & dipertahankan oleh 3 Pabbicara sebagai pimpinan pasukan, yaitu:
1. PABBICARA LA MAMMO. Ditempatkan disebelah timur Pare-pare (jalur tengah).
2. PABBICARA AMBO'NA LA BADJU. Ditempatkan di daerah La Djawa (jalur sebelah selatan),
3. PABBICARA LA PAKERRANGI. Ditempatkan di Aggalacengnge. sebelah timur Suppa (jalur utara).

Salah seorang diantara 3 Pabbicara ini gugur ketika menjalankan tugasnya. Adalah Pabbicara Ambo'na La Badju yg gugur sebagai Pahlawan ketika hendak menghalau tentara Belanda u/masuk ke wilayah Sidenreng Rappang. Pertahanannya dijalur sebelah selatan bobol akibat pengkhianatan salah seorang Kaptennya.

(Lontara; Sidenreng ricau belandae, nasaba' bali'na kapitan...)

Ketika hal ini sampai ketelinga Addatuang La Sadapotto, iapun mengirimkan pesan kepada Pabbicara La Pakerrangi untuk pulang. Dan seterusnya diserahi tugas sebagai Pimpinan Pasukan Pengawal untuk menjaga keselamatan Addatuang Sidenreng dgn segenap keluarganya.

Tugas ini berakhir ketika Addatuang Sidenreng/Arung Rappang La Sadapotto menandatangani Pernyataan Singkat dengan pihak Belanda (KORTEVERKLARING) pada thn 1906, yang menandai berakhirnya perang selama ratusan hari.

Dalam suatu kesempatan, Pabbicara La Mammo Panglima Utama Pasukan Kerajaan Sidenreng pernah berkata, "Kalau saya meninggal dunia, hanya La Pakerrangi saja yg dapat menggantikan saya sebagai Panglima". Tetapi sejarah kemudian berkata lain. La Pakerrangi terlebih dahulu meninggal daripada La Mammo. Sehingga era Panglima Perang di Kerajaan Sidenreng berakhir setelah mangkatnya Petta Pabbicara La Mammo.

La Pakerrangi wafat di Amparita pada thn 1917. Menurut penuturan berbagai sumber, beliau telah mengalami sakit sejak lama akibat terluka dalam ketika bertempur dgn Belanda.

H. Usman Balo Salah Satu Pahlawan Nasional Asal Sidrap



H. Usman Balo

H. Oesman Balo adalah tokoh pejuang kemerdekaan berasal dari Sulawesi Selatan , meninggal dunia di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar dalam usia 88 tahun, Jumat (5/5/2006), setelah dirawat selama beberapa hari akibat penyakit asma. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Mario Rappang Sidrap. Saat menghembuskan napas terakhir di ruang ICU Rumah Sakit, almarhum didampingi tiga istrinya. Masing-masing Maraja, Hanisa dan istri terakhir Musbaria berusia 31 tahun.
Veteran pejuang kharismatik yang dikenal berani, teguh dan penuh dedikasi serta pantang menyerah ini menyandang pangkat terakhir Kapten TNI AD. Pria berjuluk ‘Balo’na Sidenreng’ ini menyandang sejumlah piagam tanda jasa. Almarhum adalah rekan seperjuangan tokoh Sulsel lainnya Brigjen TNI (Purn) Andi Sose, dan mantan Gubernur Sulsel Brigjen TNI (Purn) Andi Oddang.
Di rumah Oesman yang berada di Kota Parepare terdapat kamar tidur dan ruang belajar lengkap dengan meja dan kursi mantan Presiden BJ Habibie yang tampak utuh dan terpelihara dengan baik. Ruang belajar dan kamar tidur Habibie tersebut hanya dibuka pada waktu-waktu tertentu. Misalnya kunjungan pejabat penting dan harus seizin Oesman.
Selain dikenal sebagai tokoh pejuanag kemerdekaan, alamarhum juga menjabat sebagai Ketua Legiun Veteran Kabupaten Sidrap. Almarhum meninggalkan 26 orang anak, lebih 100 orang cucu dan puluhan orang cicit serta 108 orang isteri.
Pada jamannya, Usman Balo sangat disegani dan ditakuti sekalipun oleh kompeni. Saat itu banyak desa yang diobrak-abrik oleh penjajah, namun desa-desa dimana terdapat keluarga korban tidak pernah disinggahi oleh penjajah. Dengan alasan tersebut almarhum mulai menikahi gadis-gadis hampir disetiap desa. Rupanya hal ini juga sangat membantu almarhum ketika harus bergerilya, beliau dapat beristirahat di mana saja dan sudah pasti ada yang akan mengurusinya.wallahualam.

<arfan>

MENGENAL SANG CEDEKIAWAN DARI SIDRAP ( NENE' MALLOMO )


Nene’ Mallomo merupakan salah satu tokoh legenda (cendekiawan) di Sidenreng Rappang yang kemudian menjadi landmark Kabupaten Sidrap yang hidup di Kerajaan Sidenreng sekitar abad ke-16 M, pada masa pemerintahan La Patiroi, Addatuang Sidenreng.

Ada juga yang menyebutkan bahwa Nene’ Mallomo lahir sebelum masa pemerintahan Raja La Patiroi, yaitu pada masa Raja La Pateddungi. Beliau meninggal Tahun 1654 M di Allakuang, dimana salah satu mottonya yang terkenal dan menjadi motivasi kerja adalah Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata. Pada zaman dahulu, setiap kerajaan memiliki cendekiawan yang merupakan pembimbing masyarakat dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
Ada 5 orang cendekiawan yang terkenal dalam perjalanan sejarah kerajaan Bugis, yakni Kajao Laliddo (cendekiawan kerajaan Bone), Nene’ Mallomo (cendekiawan kerajaan Sidenreng), Arung Bila (cendekiawan kerajaan Soppeng), La Megguk (cendekiawan kerajaan Luwu) dan Puang ri Maggalatung (cendekiawan kerajaan Wajo).

Para cendekiawan tersebut sering melaksanakan pertemuan untuk mengadakan diskusi, sambil tukar menukar pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan seiap orang. Salah satu pertemuan yang terkenal digelar di Cenrana.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kajao Laliddo dari Bone, Nene’ Mallomo dari Sidenreng, Puang ri Maggalatung dari Wajo, Topacaleppang dari Soppeng, Macca e dari Luwu dan Boto Lempangan dari Gowa.
Dari pertemuan tersebut, Nene’ Mallomo kemudian melahirkan buah pikirannya yang disepakati oleh para cendekiawan yang hadir. Buah pikirannya berupa sebuah prinsip yang harus dijalankan oleh aparat kerajaan dalam mewujudkan masyarakat yang taat hukum.
Prinsip tersebut dikenal dengan ungkapan “Naia Adek Temmakkeana Temmakkeappo” (hukum tidak mengenal anak cucu).

Patung nene' mallomo di pantai losari dan disangkal oleh
teman-teman ipmi sidrap kalo nene' mallomo
bukan perempuan tapi laki-laki.
Para cendekiawan kerajaan juga berfungsi untuk menghasilkan karya yang dapat dijadikan pedoman dalam membangun kerajaan/masyarakat ke arah yang lebih baik. Pedoman tersebut lebih dikenal dengan istilah pangadereng. Menurut Muh. Salim (1984), “pangadereng meliputi segala keharusan bertingkah laku dalam kegiatan orang Bugis, meliputi keseluruhan tata tertib, pedoman hidup dan kehidupan, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam kehidupan bermasyarakat”. 
Pangadereng meliputi adek (perbuatan yang memberikan keseimbangan/mappasilasa), bicara (perbuatan saling menyembuhkan/mappasisau dan perkataan yang saling menghormati), rapang (percontohan, yakni perbuatan yang menserupakan/ mappasenrupa), wari (tata cara, yakni perbuatan yang tahu membedakan/mappalaiseng).

Sedangkan Drs. Mattulada (1968) mengatakan : “pangadereng dapat diartikan sebagai keseluruhan norma-norma, meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesamanya manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik dan yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat. Pangadereng dibangun oleh banyak unsur yang saling menguatkan. Pangadereng meliputi hal ihwal ade’ (adat), bicara, rapang (contoh), wari (tata cara) dan sara’. Semua diperteguh dalam satu rangkuman yang melatarbelakanginya,yaitu satu ikatan yang mendalam ialah siri”.

Nene’ Mallomo hanyalah sebuah gelar bagi seseorang, dimana dalam bahasa Bugis Sidrap, kata Mallomo berarti mudah, yang maksudnya bahwa Nene’Mallomo mudah memecahkan suatu permasalahan yang timbul. Nene, Mallomo merupakan seorang laki-laki, walaupun kata nene’ menunjuk pada istilah wanita yang telah lanjut usia (tua). Dalam budaya Bugis dahulu, kata Nene’ digunakan untuk pria/wanita yang telah lanjut usia.

Nama asli Nene’Mallomo adalah La Pagala, namun ada juga yang mengatakan bahwa nama asli Nene’Mallomo adalah La Makkarau. Nene’ Mallomo dikenal sebagai seorang intelektual yang mempunyai kapasitas dalam hukum dan pemerintahan serta berwatak jujur dan adil kepada seluruh masyarakatnya.
Dalam konteks masalah hukum, Nene’ Mallomo mempunyai prinsip yaitu Ade Temmakkeana Temmakkeappo, yang berarti bahwa hukum tidak mengenal anak dan cucu. Hal ini menunjukkan sisi keadilan dan ketegasan dari seorang Nene’ Mallomo, yang juga merupakan salah seorang penyebar agama Islam di daerah Sidrap.
Kuburan Nene Mallomo

<ichaldutect>
Terima Kasih atas kunjungan anda, suatu kehormatan bagi saya. Silahkan berikan komentar anda agar saya pun bisa berkunjung ke blog anda. Salam Kallolo Bugis